Kamis, 15 Januari 2009

ZIONISME: SEBUAH NASIONALISME SEKULER YANG MENGKHIANATI YUDAISME

Zionisme dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl (1860-1904), seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak sesuai agama ini. Organisasi Zionis Dunia yang baru melakukan upaya propaganda besar di hampir semua negara yang berpenduduk Yahudi, dan mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan bangsa-bangsa lainnya dan bahwa mereka adalah "ras" yang terpisah. Oleh karena itu, mereka harus bergerak dan menduduki Palestina. Sebagian besar orang Yahudi mengabaikan himbauan ini.

Menurut negarawan Israel Amnon Rubinstein: "Zionisme (dulu) adalah sebuah pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi".15 Oleh karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu berkata, "Zionisme ingin menamai orang-orang Yahudi sebagai sebuah lembaga nasional…. yang merupakan sebuah penyimpangan."16

Pemikir Islam Prancis yang terkenal Roger Garaudy melukiskan hal ini dalam sebuah pembahasan:

Musuh terburuk keyakinan Yahudi yang jauh ke depan adalah logika para nasionalis, rasis, dan kolonialis dari Zionisme kebangsaan, yang dilahirkan dari nasionalisme, rasisme, dan kolonialisme abad ke-19 di Eropa. Logika ini, yang menginspirasi semua penjajahan Barat dan semua perang antara satu nasionalisme dengan nasionalisme lainnya, adalah sebuah logika yang membunuh diri sendiri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada keamanan di Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam.17

Dengan cara ini, Zionisme memasuki politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang menganut paham bahwa Yahudi seharusnya tidak hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Pertama-tama, ini adalah gagasan yang keliru yang menciptakan masalah parah bagi dan tekanan atas orang-orang Yahudi yang hidup dalam belenggu ini. Kemudian, bagi orang-orang Islam di Timur Tengah, paham ini membawa kebijakan Israel tentang pendudukan dan perebutan wilayah bersama-sama dengan kemiskinan, teror, pertumpahan darah, dan kematian.

Pendeknya, Zionisme sebenarnya adalah sebuah bentuk nasionalisme sekuler yang berasal dari filsafat sekuler, bukan dari agama. Akan tetapi, seperti dalam bentuk nasionalisme lainnya, Zionisme juga berusaha menggunakan agama untuk tujuannya sendiri.

Kesalahan Penafsiran Taurat oleh Para Zionis

Taurat adalah sebuah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Allah berkata dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…" (Al-Qur'an, 5:44). Al-Qur'an juga berkata bahwa Taurat kemudian akan dikotori oleh perkataan manusia di dalamnya. Inilah kenapa apa yang kita miliki saat ini adalah "Taurat yang menyimpang."

Akan tetapi, sebuah penelitian lebih dekat mengungkap adanya kebanyakan kebenaran agama yang terkandung dalam Kitab yang pernah diwahyukan ini, seperti keimanan kepada Allah, penghambaan diri kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, takut kepada Allah, cinta kepada Allah, keadilan, kasih sayang, cinta kasih, melawan kekejaman dan ketidakadilan, yang semuanya ditemukan di seluruh Taurat dan kitab lainnya dari Perjanjian Lama.

Terlepas dari ini, perang yang terjadi dalam sejarah dan pembunuhan yang terjadi karenanya juga disebutkan di dalam Taurat. Jika manusia ingin menemukan sebuah dasar, meskipun dengan memutarbalikkan kenyataan, untuk kekejaman, pembantaian, dan pembunuhan, mereka bisa menjadikan bab-bab dalam Taurat tersebut sebagai acuan. Zionisme memilih cara mutlak yang mengesahkan terorismenya, yang sebenarnya adalah sebuah terorisme fasis. Dan, ini sangat berhasil. Misalnya, Zionisme menggunakan bab-bab (dari Taurat) yang terkait dengan perang dan pembantaian untuk mengesahkan pembantaian orang-orang Palestina yang tak berdosa. Padahal, ini adalah sebuah penafsiran menyimpang yang disengaja. Zionisme menggunakan agama untuk mengesahkan fasismenya dan ideologi rasisnya.

Para Zionis juga mendasarkan pernyataan mereka pada penafsiran mereka tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan "orang pilihan" yang pernah dikaruniakan Allah kepada orang Yahudi suatu kali. Beberapa ayat Al-Qur'an berhubungan dengan persoalan ini:

Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat45. (Qur'an, 2:47)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Qur'an, 45:16)

Al-Qur'an menerangkan bagaimana pada suatu kali Allah memberkati orang-orang Yahudi, dan bagaimana pada kali lainnya Dia menjadikan mereka berkuasa atas bangsa-bangsa lain. Namun ayat-ayat ini tidaklah menyiratkan "orang pilihan" seperti apa yang dipahami orang-orang Yahudi radikal. Ayat-ayat tersebut menunjukkan kenyataan bahwa banyak nabi-nabi yang datang dari keturunan ini, dan bahwa orang-orang Yahudi memerintah di daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa dengan berkat kedudukan kekuasaan mereka, mereka "lebih diutamakan di atas semua manusia lain." Ketika mereka menolak Isa, ciri ini pun berakhir.

Al-Qur'an menyatakan bahwa orang yang terpilih tersebut adalah para nabi dan orang-orang beriman yang Allah tunjuki kepada kebenaran. Ayat-ayat ini menyebutkan bahwa para nabi itu telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati. Berikut ini adalah beberapa ayat yang terkait dengan persoalan ini:

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya90 di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (Qur'an, 2: 130)

Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Qur'an, 6:87-89)

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Qur'an, 19:58)

Namun orang-orang Yahudi radikal, yang mempercayai keterangan menyimpang, melihat "orang yang terpilih" sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan bahwa Bani Israil selamanya dianggap unggul dari semua manusia lainnya.

Penyimpangan kedua yang terbesar dari sudut pandang ini menampilkan anggapan keunggulan ini sebagai "suatu perintah untuk melakukan kekejaman atas bangsa lain." Untuk tujuan ini, para Zionis membenarkan perilaku mereka melalui kebencian-kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam beberapa hal pada Yudaisme Talmud. Menurut pandangan ini, hal yang lumrah bagi orang-orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi, untuk merampas hak milik dan bangunan mereka, dan, ketika diperlukan bahkan membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak.18 Kenyataan menunjukkan, semua ini adalah kejahatan yang melecehkan agama sejati, karena Allah memerintahkan kita untuk melestarikan keadilan, kejujuran, dan hak orang-orang tertindas, dan hidup dalam kedamaian dan cinta.

Lebih jauh lagi, pernyataan anti-non-Yahudi ini bertentangan dengan Taurat itu sendiri, seperti ayat-ayat yang mengutuk penindasan dan kekejaman. Akan tetapi, ideologi rasis Zionisme mengabaikan ayat-ayat seperti itu untuk menciptakan sistem kepercayaan berdasarkan amarah dan kebencian. Tanpa mempedulikan pengaruh ideologi Zionis, beberapa orang Yahudi yang benar-benar percaya pada Allah akan mengetahui bahwa agama mereka mengajarkan mereka untuk tunduk pada ayat-ayat lainnya ini yang memuji perdamaian, cinta, kasih, dan perilaku etis, seperti:

Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah Tuhan. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (Perjanjian Lama, Imamat, 19:15-17)

Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?'' (Perjanjian Lama, Mikha, 6:8)

Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu … (Perjanjian Lama, Keluaran, 20:13-17)

Menurut Al-Qur'an pun, perang hanyalah khusus sebagai sarana mempertahankan diri. Bahkan jika perang akan diumumkan dalam suatu masyarakat, kehidupan orang-orang tak berdosa dan aturan hukum harus dilindungi. Suatu perintah untuk membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua tidak dapat disampaikan oleh agama manapun, kecuali hanya oleh tipu-daya yang berkedok agama. Dalam Al-Qur'an, Allah tidak hanya mengutuk jenis kebencian seperti ini namun juga menyatakan bahwa semua manusia sama dalam pandangan-Nya dan bahwa kelebihan seseorang itu tidaklah didasarkan pada ras, keturunan, atau segala kelebihan keduniaan lainnya, melainkan pada ketakwaan - cinta bagi dan kedekatan kepada Allah.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qur'an, 49:13)

Terlepas dari kedok agamanya yang palsu, alasan sesungguhnya dari ketidakmanusiawian dan kekejaman Zionisme adalah hubungannya dengan mentalitas penjajahan Eropa di abad kesembilan belas. Penjajahan bukan semata sebuah sistem politik atau ekonomi; penjajahan juga sekaligus sebuah ideologi. Zionisme, yang percaya bahwa negara-negara industri Barat mempunyai hak untuk menjajah dan menduduki bangsa-bangsa terkebelakang di wilayah ini, melihat ini sebagai akibat alami dari sebuah proses "seleksi alam" internasional. Dengan kata lain, Zionisme adalah sebuah produk Darwinisme Sosial. Dalam kerangka ideologi ini, Inggris menjajah India, Afrika Selatan, dan Mesir. Prancis menjajah Indocina, Afrika Utara, dan Guyana. Karena terinspirasi oleh contoh-contoh ini, para Zionis memutuskan untuk menjajah Palestina bagi orang-orang Yahudi.

Kolonialisme Zionis menjadi jauh lebih buruk dibanding "rekan-rekannya" Inggris dan Prancis, karena paling tidak mereka (Inggris dan Prancis) mengizinkan daerah pendudukan mereka untuk hidup (setelah menyerah) dan bahkan memberi sumbangan kepada negara pendudukan dengan pendidikan, pemerintahan yang adil, dan prasarana. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti, para Zionis tidak mengakui hak-hak orang Palestina untuk hidup; mereka melakukan pembersihan etnis, dan tidak memberi apa pun kepada orang-orang yang mereka jajah. Anda mungkin bahkan berkata mereka tidak memberi satu batu bata pun bagi orang-orang Palestina.

Pertentangan Zionisme dengan Yahudi

Sifat lainnya dari Zionisme adalah kepercayaannya kepada tema-tema propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan "sebuah tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah." Dengan kata lain, Palestina, "tanah tanpa manusia" harus diberikan kepada orang-orang Yahudi, "manusia tanpa tanah." Dalam 20 tahun pertama abad kedua puluh, Organisasi Zionis Dunia menggunakan semboyan ini dengan sepenuh hati untuk meyakinkan pemerintahan Eropa, khususnya Inggris dan rakyatnya bahwa Palestina harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Pada tahun 1917, akibat kampanye persuasifnya, Inggris mengumumkan Deklarasi Balfour bahwa "Pemerintahan Yang Mulia memandang pentingnya pendirian di Palestina sebuah tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi… di Palestina."

Kenyataan menunjukkan, semboyan "tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah" ini tidaklah benar. Ketika gerakan Zionis dimulai, orang-orang Yahudi tidaklah "tanpa tanah" dan Palestina pun bukannya tanpa manusia…

Orang-orang Yahudi tidaklah tanpa tanah karena sebagian besar mereka hidup di berbagai negara dengan damai dan aman. Khususnya di negara-negara industri Barat, persekutuan ibadat Yahudi tidak punya keluhan apa pun tentang kehidupan mereka. Bagi sebagian besar mereka, gagasan meninggalkan negara mereka untuk pindah ke Palestina tidak pernah terlintas dalam benak mereka. Kenyataan ini akan muncul belakangan ketika ajakan Zionis untuk “Pindah ke Palestina” secara luas diabaikan. Dalam tahun-tahun berikutnya, orang-orang Yahudi anti-Zionis yang kita bicarakan ini secara aktif menolak gerakan Zionis melalui ikatan-ikatan yang mereka dirikan sendiri.

Menerima dukungan resmi dengan Deklarasi Balfour, para Zionis merasakan dirinya berada dalam keadaan yang sulit ketika banyak saudara-saudara Yahudinya menolak pindah. Dalam hal ini, pernyataan Chaim Weizman sangat menohok:

Deklarasi Balfour pada 1917 diputuskan di awang-awang… setiap hari dan setiap jam dalam 10 tahun terakhir ini, ketika membuka surat kabar, saya berpikir: kapan hembusan angin surga lainnya datang? Saya terguncang karena takut Pemerintah Inggris akan memanggil saya dan bertanya: “Beritahu kami, apakah Organisasi Zionis ini? Di manakah mereka, para Zionismu?”... Orang-orang Yahudi, mereka tahu, menentang kami; kami berdiri sendiri di sebuah pulau kecil, sebuah kelompok Yahudi yang amat kecil dengan masa lalu yang asing

Sabtu, 10 Januari 2009

kekejaman Israel terhadap wanita Palestina

FROM BEIRUT TO JERUSALEM
SEBUAH KESAKSIAN TENTANG KEBIADABAN ISRAEL DI LEBANON DAN PALESTINA


Kamp pengungsi Sabra-Shatila. Aku sedang bertugas di kamp, baru tiba sebulan sebelumnya sebagai sukarelawan dokter bedah untuk merawat para korban selama serangan pasukan Israel di Lebanon.

Pembantaian anak-anak, wanita, orang tua dan orang-orang lemah tak bersenjata itu sungguh menyentakkanku. Aku merasa sangat gusar karena harus menemukan kebenaran tentang orang-orang yang berani dan murah hati, melalui kematian mereka. Hingga saat itu, aku tak pernah tahu bahwa para pengungsi Palestina itu ada. Sebagai seorang Kristen fundamentalis, dulu aku mendukung Israel, membenci orang-orang Arab, dan memandang PLO sebagai teroris yang harus dikutuk dan ditakuti.

Pengalamanku di Sabra-Shatila membuatku sadar bahwa orang Palestina juga manusia. Upaya pihak-pihak adikuasa yang berkonspirasi menjelek-jelekkan mereka, pupus sudah di mataku. Bagaimana mungkin mereka adalah orang jahat, jika mereka adalah korban ketidakadilan yang amat besar? Seperti orang-orang lain, aku harus menghadapi kenyataan pahit, aku harus bertobat; kebodohan dan prasangkaku telah membutakan mataku dari penderitaan bangsa Palestina.

Mereka yang selamat mendorongku untuk memberikan kesaksian di hadapan Komisi Penyelidikan Kahan bentukan pemerintah Israel. Dan, dalam perjalanan melintasi perbatasan Lebanon menuju Yerusalem, aku sadar sedang menempuh perjalanan yang diimpikan oleh para pengungsi Palestina. Tanpa disengaja, aku sedang melakukan ziarah ke tanah air mereka dan pulang ke rumah.

Lalu, pada masa Intifada yang pertama, aku bertugas di rumah sakit Al-Ahli di Gaza sebagai konsultan dokter bedah PBB dan telah merawat banyak dari mereka yang terluka. Bangunan rumah sakitku itu sering diserang dari udara oleh para tentara yang memburu para pemuda; bangsal-bangsal ibu-ibu hamil diserbu oleh tentara Israel yang bersenjata lengkap; suatu penghinaan terhadap ibu-ibu yang tengah melahirkan. Para pasien yang terbaring di meja-meja operasiku diancam. Seorang kru televisi BBC memfilmkan Kehidupan Di Bawah Pendudukan, menampilkan beberapa orang dari kami yang sedang bertugas di bawah kondisi-kondisi yang tak terperikan itu. Para juru rawat pria menghabiskan dua tahun di penjara menyusul perekaman film itu. Para tentara Israel itu membuat masa tugasku di Gaza menjadi tak tertahankan, dan perlu waktu bertahun-tahun sebelum aku dapat kembali.

(Dinukil dari buku Tears of Heaven: From Beirut to Jerusalem, karya Dr. Ang Swee Chai ,Mizan 2006.)

kekejaman Israel terhadap anak Palestina



Inilah Kekejaman Israel terhadap Rakyat Palestina, Anak-Anak Pun Jadi Target Serangan

Karena tidak pernah punya banyak waktu dengan sang anak, hari itu seorang Ayah, warga Palestina di Ghaza, membawa anaknya berjalan-jalan keluar. Tapi, disaat ayah dan anak itu sedang menikmati kebersamaannya, kebahagiaan dan keceriaan mereka terenggut oleh sebuah misil Israel.

Peristiwa menyedihkan semacam itu, bukan yang pertama kali menimpa warga sipil Ghaza. Mereka sudah terlalu sering menjadi sasaran misil-misil Israel yang ditembakkan secara random pada penduduk sipil Palestina. Yusef al-Yazji, kerabat dari ayah dan anak yang menjadi korban misil Israel tadi, dengan kepedihan hanya mampu melontarkan pertanyaan yang tak pernah terjawab, "mengapa rakyat biasa seperti dirinya, juga harus menjadi target serangan" pasukan Zionis Israel?

"Kami sering melihat hal semacam ini, tapi kami tidak bisa selamanya berdiam diri di dalam rumah. Kami haru bekerja untuk menafkahi keluarga. Kami bukan orang-orang yang mereka (pasukan Israel) cari, jadi kami pikir, kami tak perlu sembunyi, " ujar al-Yazji, setelah memberikan penghormatan terakhir pada kerabatnya, Muhammad dan puteranya yang berusia delapan tahun, yang menjadi korban misil pasukan Israel pada Rabu (17/1) malam.

Dengan demikian, selama hampir sepekan operasi militer pasukan Zionis ke Jalur Ghaza, sudah 37 warga Palestina yang gugur, terdiri dari anak-anak, balita dan kaum perempuan. Hari ini, Sabtu (19/1) dinihari, serangan pasukan Zionis kembali menelan korban jiwa dua warga Palestina.

Pernikahan "Berdarah"

Di tempat lain di Ghaza, anak-anak dengan wajah ceria bertepuk tangan, sebagai tanda ikut berbahagia pada dua pasangan pengantin, ketika tiba-tiba terdengar suara "buuzzz" dan seketika suasana pernikahan yang gembira berubah menjadi banjir darah.

"Saya tidak percaya dengan apa yang terjadi. Kami sedang duduk di depan rumah kami, ngobrol-ngobrol dan saling bercanda. Tiba-tiba ada ledakan kuat dan asap yang sangat pekat. Kami hampir tidak bisa melihat apapun dan hanya mendengar suara tangisan, " tutur Muhammad Abdul Jawad menceritakan situasi di pernikahan itu saat misil Zionis Israel menghantam mereka.

Seorang perempuan meninggal dunia dan lebih dari 50 orang lainnya luka-luka, kebanyakan kaum perempuan dan anak-anak. Seorang ibu, berama Umi Fahmi yang menjadi saksi tragedi itu mengungkapkan, "Saya seperti merasakan gempa bumi. Rumah saya bukan hanya bergetar, tapi seperti lepas dari pondasinya dan runtuh. "

"Bagaimana bisa mereka (Israel) menjatuhkan bom semacam ini di area pemukiman, di atas kepala banyak orang, " keluh Umi Fahmi sambil menatap puing-puing rumahnya.

Sementara itu, pada Kamis kemarin, sebuah misil Israel dengan target para pejuang Palestina, justru membunuh seorang perempuan tua yang sedang naik dokar dengan anak laki-lakinya. "Pasukan Zionis bisa melihat bahwa itu adalah sebuah dokar berisi seorang perempuan dan anak lelakinya, mereka membalut tubuh mereka karena udara dingin, tapi pasukan Zionis itu tetap menembak mereka. Ini bukan sebuah kesalahan, " tukas Muhammad al-Rahil, salah seorang kerabat korban.

Badan intelejen dalam negeri Israel, Shin Bet memang sudah menetapkan kebijakan bahwa semua warga Ghaza adalah teroris. Tak heran kalau kebanyakan korban yang menjadi target serangan Zionis Israel kebanyakan warga sipil biasa, anak-anak, balita dan kaum perempuan. Kebijakan kementerian pertahanan Israel dikritik oleh sebuah organisasi HAM di Isral B'TSaleem.

Dalam laporan organisasi itu yang dirilis bulan Desember 2007, disebutkan bahwa warga Palestina yang menjadi korban serangan pasukan Israel sepanjang tahun 2007, mayoritas warga sipil. (ln/iol)